MEMPERBAIKI CITRA KONSELOR SEKOLAH MELALUI PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI

Posted: 7 Maret 2011 in Bimbingan dan Konseling

MEMPERBAIKI CITRA KONSELOR SEKOLAH MELALUI PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI

By: Agus Ria Haniati

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalah gunaan profesi.

Adanya pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi konselor di sekolah meyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik. Banyak hal yang melatar belakangi buruknya citra konselor di sekolah, mulai dari sikap konselor dan tugas konselor yang memang kurang jelas dan disalah gunakan oleh pihak sekolah itu sendiri. Konselor yang bertugas sebagai “polisi sekolah” dan menjadi momok menakutkan bagi siswa-siswanya, terutama siswa-siswa yang sering melakukan pelanggaran dan “nakal”.

Adanya konselor yang berasal bukan dari lulusan Bimbingan dan Konseling membuat kondisi BK di sekolah semakin memprihatinkan, dan adanya konselor sekolah yang memang dari lulusan BK namun kurang menjunjung tinggi kode etik profesinya membuat keberadaan konselor kurang diperhitungkan dan dianggap tidak penting bagi para siswanya sendiri. Karenanya penting bagi para konselor sekolah benar-benar memperjuangkan agar citranya menjadi positif dan dapat benar-benar bermanfaat bagi para siswa dan seluruh warga ssekolah sesuai dengan tugas sebenarnya sebagai konselor. Dengan penegakan kode etik konselor diharapkan dapat memperbaiki kembali citra buruk konselor yang ada selama ini.

Kasus nyata yang telah saya jumpai dibeberapa sekolah, yaitu misalnya di SMP Al-Azhar 14, Semarang dan SMP Islam Hidayatullah, kedua sekolah ini mempercayakan guru BK yang mendampingi siswa bukan berasal dari lulusan S1 Bimbingan dan Konseling, melainkan dari lulusan Psikologi. Di SMP Negeri 1 Reban, SMA Negeri 1 Rembang yang memiliki guru BK asli dari lulusan BK, masih menjadikan guru BK sebagai “polisi sekolah” dan mengawasi sikap dan tingkah laku siswa nakal.

Bukti-bukti tersebut menjelaskan bahwa masih banyak konselor sekolah yang belum menegakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik konselor, karenanya banyak terjadi malpraktik, mengalami penurunan mutu profesi, dan kurangnya terjaganya standarisasi mutu professional konselor di sekolah. Dengan adanya kasusdan masalah yang selama ini memperburuk citra konselor-konselor sekolah ini penulis kemudian mengadakan seminar dengan judul “Memperbaiki Citra Konselor Sekolah Melalui Penegakan Kode Etik Profesi”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian kode etik profesi?

2.      Apa fungsi dan tujuan dari kode etik profesi konselor itu?

3.      Bagaimanakah ruang lingkup dan materi dalam kode etik profesi konselor?

4.      Bagaimana pengembangan profesi bimbingan dan konseling?

5.      Bagaimana peran kode etik profesi dalam memperbaiki citra konselor sekolah?

C. Tujuan

Tujuan yang diharapkan dari adanya makalah ini adalah:

1.      Mengetahui pengertian kode etik profesi

2.      Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari kode etik profesi konselor

3.      Untuk mengetahui ruang lingkup dan materi dalam kode etik profesi konselor

4.      Untuk mengetahui pengembangan profesi bimbingan dan konseling

5.      Agar dapat mengetahui peran kode etik profesi dalam memperbaiki citra konselor sekolah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Profesi

1. Pengertian Etika

Husna Elviza (2009) menyebutkan bahwa Etika Berasal dari bahasa Yunani Ethos, Yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Menurut Martin (1993), dalam Husna Elviza (2009) etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri

2. Pengertian Profesi

Dalam Prayitno; Erman Amti (2004) disebutkan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.

Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga profesional dengan kepercayaan publik (publik trust), (Dirjen Dikti Depdiknas, 2004).

3. Pengertian Kode Etik Profesi

Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat (Husna Elviza, 2009).

Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupannya dimasyarakat. Norma-norma itu berisi apa yang tidak boleh, apa yang seharusnya dilakukan, dan apa yang diharapkan dari tenaga profesi. Pelanggaran terhadap norma-norma tersebut akan mendapat sanksi (Dirjen Dikti Depdiknas, 2004).

Kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidak sepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik (Pengurus Besar ABKIN, 2005).

Dari beberapa pendapat tentang pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kode etik profesi adalah pola aturan atau norma-norma, tata cara dan pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang harus diindahkan oleh setiap tenaga profesi, yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidak sepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.

B. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Profesi Konselor

1. Fungsi

Husna Elviza, 2009, menyatakan bahwa pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.

Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) dalam Husna Elviza, 2009, mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu:

a.       Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah

b.      Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi

c.       Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.

Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain :

a.       Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya

b.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah

c.       Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya

d.      Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.

2. Tujuan

Ditegakannya kode etik profesi bertujuan untuk:

a.       Menjunjung tinggi martabat profesi

b.      Melindungi pelanggaran dari perbuatan mala-praktik

c.       Meningkatkan mutu profesi

d.      Menjaga standard mutu dan status profesi

e.       Menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya (Pengurus Besar ABKIN, 2005).

Senada dengan apa yang disebutkan dalam ABKIN, Husna Elviza, 2009 menyebutkan bahwa tujuan dari kode etik profesi adalah:

a.       Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

d.      Untuk meningkatkan mutu profesi.

e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

f.       Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

g.      Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

h.      Menentukan baku standarnya sendiri.

C. Ruang Lingkup dan Materi Kode Etik Profesi

Kode etik profesi konseling meliputi hal-hal yang bersangkut paut dengan kompetensi yang dimiliki, kewenangan dan kewajiban tenaga profesi konseling, serta cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukan dalam kegiatan profesi. Ruang lingkup dan materi kode etik profesi konseling diadopsi dari kode etik konseling ABKIN yang diberlakukan.

Kode etik konseling yang diberlakukan oleh ABKIN saat ini adalah sebagai berikut:

KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA

(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING INDONESIA)

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku  profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia

B. DASAR KODE ETIK PROFESI BK

Dasar Kode Etik Profesi bimbingan dan konseling adalah (a) pancasila, mengingat bahawa profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga indonesia yang bertanggung jawab, dan (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan  klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

 

BAB II

KUALIFIKASI  DAN KEGIATAN  PROFESIONAL KONSELOR

A. KUALIFIKASI

Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap. Ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseli, (2) Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor.

1. Nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan yang harus dimiliki konselor

a.       Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya

b.      Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat

c.       Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional

d.      Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas

e.       Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah

2. Pengakuan Kewenangan

a.       Pengakuan Keahlian

b.      Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yg diberikan kepadanya.

 

B. INFORMASI, TESTING DAN RISET

1. Penyimpanan dan penggunaan Informasi

a.       Catatan tentang diri klien spt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan klien.

b.      Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas klien dirahasiakan.

c.       Penyampaian informasi ttg klien kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien

d.      Penggunaan informasi ttg Klien dalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan klien dan tidak merugikan klien

e.       Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.

2. Testing

a.       Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

b.      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas ttg sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan

c.       Konselor wajib mmebrikan orientasi yg tepat pada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.

d.      Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bg tes tsb.

e.       Data hasil testing wajib diintegrasikan dgn informasi lain baik dari klien maupun sumber lain,

f.       Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada klien

 

3. Riset

a.       Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek

b.      Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya.

 

C. PROSES PELAYANAN

1. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan

a.       Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien degan konselor

b.      Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit

c.       Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tsb. 

2. Hubungan dengan Klien

a.       Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien

b.      Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya

c.       Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu

d.      Konselor  tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan

e.       Konselor wajib memebri pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya

f.       Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien

g.      Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yg sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional

h.      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien

i.        Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional.

 

D. KONSULTASI DAN HUBUNGAN DENGAN REKAN SEJAWAT

1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat

Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.

2. Alih Tangan kasus

a.       Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien

b.      Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan.

c.       Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.

 

BAB III

HUBUNGAN KELEMBAGAAN

A. Prinsip Umum

1.      Prinsip Umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpanan serta penyebaran informasi klien dan hubungan kerahasiaan antara konselor dengan klien berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan

2.      Jika konselor bertindak sebagai konsultan di suatu lembaga,Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi Bimbingan dan Konselor tidak bekerja atas dasar komersial.

 

B. Keterikatan Kelambagaan

1.      Setiap konselor yang bekerja dalam siuatu lembaga, selama pelayanan konseling tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.

2.      Konselor wajib memepertanggungjawabkan pekerjaannya kpd atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tersebut dalam menjalankan profesinya.

3.      Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahu program kegiatan lembaga tersebut, dan pekrjaan konselor dianggap sebagai sumbangankhas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.

4.      Jika Konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan dan kebijaksanaan lembaga tersebut, maka konselor wajib mengundurkan diri dari lembaga tersebut.

 

BAB IV

PRAKTEK MANDIRI DAN LAPORAN KEPADA PIHAK LAIN

A. Konselor Praktik Mandiri

1.      Konselor yang praktek mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak mendapat perlindungan dari rekan seprofesi.

2.      Konselor Privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi yakni ABKIN.

 

B. Laporan pada Pihak Lain

Jika Konselor perlu melaporkan sesuatu hal ttg klien pada pihak lain (spt: pimpinan tempat dai bekerja), atau diminta oleh petugas suatu badan diluar profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tsb, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib bijaksana dgn berpedoman pada suatu pegangan bhw dgn berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.

 

BAB V

KETAATAN PADA PROFESI

A. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

1.      Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan klien

2.      Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yg tidak wajar

 

B. Pelanggaran terhadap Kode Etik

1.      Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik

2.      Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, klien, lembaga dan pihak lain yang terkait

3.      Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN

 

D. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling

Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standarisasi unjuk kerja profesi konselor, (b) standarisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) sertifikasi dan lisensi, (e) pengembangan organisasi profesi (Munandir, 1996: 341).

1. Standarisasi unjuk kerja profesi konselor

Banyak anggapan bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, dengan syarat mampu berkomunikasi dan berwawancara, dan anggapan bahwa playanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Lebih dari itu pelayanan bimbingan dan konseling juga mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu kepada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan yang dilakukan menuntut adanya unjuk kerja profesional tertentu.

Walaupun di indonesia sendiri belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standart, namun usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan. Rumusan tentang unjukl kerja itu mengacu kepada wawasan dan keterampilan yang hendaknya dapat ditampilkan oleh para lulusan program studi bimbingan dan konseling.

2. Standarisasi penyiapan konselor

Tujuan penyiapan konselor adalah agar para (calon) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja.penyiapan konselor dilakukan dengan program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran).

a.         Seleksi/penerimaan mahasiswa baru

Seleksi atau pemilihan calon mahasiswa merupakan tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam upaya memperoleh calon konselor yang diharapkan.

b.         Pendidikan konselor

Pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai diharuskan untuk dapat diiliki oleh para calon konselor agar dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan konseling, dan kesemuanya itu diperoleh melalui pendidikan khusus.

c.         Akreditasi

Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi untuk menjamin mutu lulusannya. Akreditasi ini dikenakan terhadap lembaga pendidikan, baik milik pemerintah maupun swasta. Penyelenggaraan akreditasi ialah pemerintah dengan bantuan organisasi profesi bimbingan dan konseling.

Prayitno dan Erman Amti, 2004: 348 menyebutkan bahwa akreditasi merupakan prosedur yang secara resmi diakui bagi suatu profesi untuk mempengaruhi jenis dan mutu anggota profesi yang dimaksud (Steinhouser & Bradley, dalam Prayitno, 1987).

d.        Sertifikasi dan lisensi

Sertifikasi merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih memantapkan dan menjamin profesionalisasi bimbingan dan konseling. Para lulusan pendidikan konselor yang akan bekerja dilembaga-lembaga pemerintahan, misalnya di sekolah-sekolah, diharuskan menempuh program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.

e.         Pengembangan organisasi profesi

Organisasi profesi adalah himpunan orang-orang yang mempunyai profesi yang sama. Tujuan dari organisasi profesi dapat dirumuskan ke dalam “tri darma organisasi profesi” yang saling bersangkutan dan saling menunjang satu sama lainnya, yaitu:

(1)   Pengembangan ilmu

(2)   Pengembangan pelayanan

(3)   Penegakan kode etik profesional

E. Peran Kode Etik Profesi Dalam Memperbaiki Citra Konselor Sekolah.

Kode etik merupakan tanggung jawab setiap individu konselor yang menuntut disiplin diri yang tinggi untuk mentaati dan menegakannya. Karenanya konselor perlu mempelajari dengan seksama kode etik yang berlaku dengan tujuan menguasai dan menerapkannya.

Dalam Munandir (1996), disebutkan bahwa dalam kode etik yang dikeluarkan IPBI (sekarang ABKIN) tercantum pengertian dan perlunya kode etik bagi konselor. Jelas tujuan itu, yaitu agar konselor dapat “…. menjaga standar mutu dan status profesinya….sehingga dapat dihindarkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan-penyimpangan tugas….”. kode etik pada hakikatnya adalah wahana bagaimana suatu profesi menjaga status pengaturan diri dengan mengatur dan mengendalikan sendiri perilaku anggotanya waktu bekerja/di tempat kerja. Hal ini juga mencerminkan adanya otonomi profesi, berbeda halnya dengan pekerjaan bukan profesi.

Lebih lengkap lagi disebutkan dalam Kode Etik Jabatan Konselor, yang dikeluarkan oleh IPBI, BAB II, tentang perlunya kode etik jabatan yaitu: “ kode etik diperlukan agar konselor tetap dapat menjaga standar mutu dan status profesinya dalam batas-batas yang jelas dengan profesi lain, sehingga dapat dihindarkan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan tugas oleh mereka yang tidak langsung berkecimpung dalam bidang tersebut. Kode etik ini diperuntukan bagi para pembimbing yang memberikan layanan bimbingan berupa konseling, dengan pengertian bahwa layanan konseling tersebut dapat dibedakan dari bentuk-bentuk layanan bimbingan yang lain, karena sifat-sifat khas dari layanan bimbingan yang disebut konseling. Pembimbing yang lain, yang bukan sekaligus konselor, mungkin dapat mengambil ilham dari keyakinan-keyakinan yang menjiwai kode etik ini.

Dengan melihat dari perlunya kode etik itu sendiri dibuat, maka jelas dapat terlihat bahwa peran kode etik profesi dalam memperbaiki citra konselor yang belakangan ini masih buruk sangatlah penting dan begitu membantu. Dengan adanya kode etik dapat mengatur bagaimana para konselor sekolah bertindak dan berperilaku baik saat memberikan layanan maupun dalam kesehariannya. Karena citra buruk yang selama ini melekat pada konselor sekolah disebabkan kurangnya penegakan kode etik jabatan dari para konselor itu sendiri. Sehingga untuk mengembalikan citra konselor menjadi baik, dan meminimalisir terjadinya pelanggaran dan penyalah gunaan profesi, dapat dilakukan dengan penegakan kode etik profesi itu sendiri.

Kode etik profesi mengikat para pelaksana profesi konseling dalam menjalankan kegiatan profesionalnya. Kesalahan-kesalahan yang diperbuat akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada didalam kode etik tersebut, sanksi ini diberikan oleh organisasi profesi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pendapat tentang pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kode etik profesi adalah pola aturan atau norma-norma, tata cara dan pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang harus diindahkan oleh setiap tenaga profesi, yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidak sepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Tujuan dari kode etik profesi adalah:

a.         Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

b.         Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

c.         Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

d.        Untuk meningkatkan mutu profesi.

e.         Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

f.          Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

g.         Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

h.         Menentukan baku standarnya sendiri.

Kode etik profesi konseling meliputi hal-hal yang bersangkut paut dengan kompetensi yang dimiliki, kewenangan dan kewajiban tenaga profesi konseling, serta cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukan dalam kegiatan profesi. Ruang lingkup dan materi kode etik profesi konseling diadopsi dari kode etik konseling ABKIN yang diberlakukan.

Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standarisasi unjuk kerja profesi konselor, (b) standarisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) sertifikasi dan lisensi, (e) pengembangan organisasi profesi.

Kode etik profesi sangatlah penting untuk memperbaiki citra konselor, terutama di sekolah-sekolah, karena Kode etik profesi mengikat para pelaksana profesi konseling dalam menjalankan kegiatan profesionalnya. Kesalahan-kesalahan yang diperbuat akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada didalam kode etik tersebut, sanksi ini diberikan oleh organisasi profesi.

 

B. Saran

Saran dari penulis untuk dapat memajukan penegakan kode etik:

1.         Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian, menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang ini lalu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.

2.         Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan: “Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku “.

3.         Untuk memperoleh legalisasi, ketua kelompok profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode etik itu.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS.

Elviza, Husna. 2009. Pentingnya Menjalankan Profesi Secara Etis. http://e3l.blogspot.com/2009/05/makalah-kode-etik-profesi.html.

Munandir. 1996. Program Bimbingan Karir Disekolah. DEPDIKBUD DIKTI Poyek Pendidikan Tenaga Akademik: Jakarta.

Pengurus Besar ABKIN Indonesia. 2005. Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga. ABKIN.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka cipta: Jakarta.

Tikkysuwantikno. 2008. Kode Etik Profesi Konselor Indonesia (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia). http://tikkysuwantikno.wordpress.com/2008/01/31/kode-etik-profesi-konselor-indonesia/.

Komentar
  1. Inyonk Andun berkata:

    top lah,,,pasang link blog q ya,,,linkmu ws tak pasang…

    oh ya, pengin request…coba posting ttg anak indigo…hehe THX

Tinggalkan komentar